Minggu, 29 Oktober 2017

KEISTIMEWAAN YOGYAKARTA: GARIS IMAJINER

Oktober 29, 2017 0 Comments


Kota Yogyakarta sebagai salah satu kota yang unik dalam hal bentuk pola tata ruangnya. Keunikan ini disebabkan karena dalam tata ruang kota terdapat suatu poros sumbu imajiner. Poros ini membentang dari arah Utara – Selatan (Gunung Merapi – Tugu Pal Putih – Kraton Yogyakarta – Panggung Krapyak – Laut Selatan) membentuk suatu jalur linear dan menghubungkan beberapa simbol-simbol fisik yang mempunyai makna nilai filosofis.
Sumbu imajiner ini lebih memiliki arti secara simbolik daripada secara fisik. Tugu, Kraton dan Panggung Krapyak yang satu garis lurus merupakan sumbu filosofinya Kraton Yogyakarta. Dikatakan sumbu filosofi karena garis penghubung Tugu, Kraton dan Panggung Krapyak merupakan sumbu yang nyata yang berupa jalan. Adapun sebagai sumbu imajinernya adalah dari Gunung Merapi, Kraton, dan Laut Selatan.
Masyarakat di Yogyakarta, Gunung Merapi, Laut Selatan dan Keraton Yogyakarta mengandung makna penting tersendiri. Kehidupan di dunia merupakan sebuah harmoni antara mikrokosmos (jagat cilik) dan makrokosmos (jagat gede). Keharmonisan itu harus dijaga satu sama lain, tidak boleh terjadi ketimpangan. Peran Gunung Merapi dan Laut Selatan ini dipercaya sebagai pusat kedudukan mikrokosmos (jagat cilik) tersebut. Sedangkan Keraton merupakan pusat makrokosmos (jagat gede).
Puncak Merapi sebagai poros utara yang kemudian ke Laut Selatan melintasi Monumen Tugu kemudian melewati Jalan Malioboro. dan dari Jalan Malioboro, garis kosmik Poros Utara-Selatan itu membentang ke Alun-Alun Utara Keraton Yogyakarta menuju Alun-Alun Selatan. Selanjutnya, garis itu melintas ke Bantul sebelum akhirnya menuju Laut Selatan. Terdapat juga sebuah filosofi dari Garis Lurus Merapi, Keraton dan Pantai Selatan dimana garis lurus ini juga menggambarkan bahwa Gunung Merapi sebagai batas utara Yogyakarta, Pantai Selatan sebagai batas selatannya dan dengan Kraton sebagai Poros atau Pengaturnya.
Selain itu, untuk Tugu Jogja sendiri juga menjadi simbol 'manunggaling kawulo gusti' yang juga berarti bersatunya antara raja (golong) dan rakyat (gilig). Simbol ini memiliki arti yaitu persatuan antara khalik (Sang Pencipta) dan makhluk (ciptaan). Kemudian filosofi tentang keberadaan Keraton Yogyakarta yang berada dititik tengah antara Gunung Merapi dan Laut Selatan, merupakan titik keseimbangan antara api dan air. Api yaitu dilambangkan dengan Gunung Merapi, sedangkan air yaitu dilambangkan dengan Laut selatan. 
Kraton Yogyakarta dan merapi  mempunyai hubungan bahwa pintu masuknya melalui 2 pohon ringin yang berada di Alun-Alun utara. Kraton Yogyakarta berfungsi sebagai tempat tinggal, pusat pemerintahan, dan pusat budaya, khususnya budaya  Jawa.
Adapun perlambangan dari Panggung Krapyak ke utara sampai Kraton menggambarkan seorang bayi sejak lahir dari rahim sang ibu, menginjak dewasa, berumah tangga, sampai melahirkan kembali. Sedangkan dari Tugu ke Kraton adalah melambangkan perjalanan manusia menghadap sang khalik. Pada awalnya Panggung Krapyak merupakan tempat yang digunakan raja-raja Mataram (Prabu Hanyokrowati dan HB I) untuk berburu rusa, sehingga pada kawasan alun-alun selatan ke arah selatan ini merupakan area hutan lebat. “Dalam pembangunan Ibukota Ngajogjakarta-Adiningrat, bekas-bekas tempat perburuan hewan itu atas titah Sri Sultan Hamengku Buwono I tidak dirusak semua, sebagian ketjil masih berwujud hutan, letaknya ada dibelakang Kraton, jang selanjutnya diberi nama Krapjak.”(Kota Jogjakarta 200 Tahun : 18).
Panggung Krapyak terletak 2 km sebelah selatan Kraton, bentuk Panggung Krapyak yang menyerupai kastil batu ini dahulu digunakan raja untuk menonton para prajurit berlatih dan berburu rusa (menjangan). Secara filosofis simbolik melambangkan pertemuan antara wiji (benih) yang digambarkan antara Panggung Krapyak sebagai yoni (alat kelamin wanita) dengan Tugu Pal putih sebagai Lingga, melambangkan proses kelahiran manusia.
Pantai selatan (parangkusumo) terdapat dua buah batu sebagai tempat duduk raja penguasa laut selatan, dan mengadakan ritual di pantai parangkusumo yang tujuannya untuk menjadi raja. Pantai selatan juga digunakan untuk melarung atau labuhan dalem mempersempahkan sesajian kain ageman dalem yang sudah pernah dipakai dihanyutkan ke laut tujuan untuk tradisi kakek moyang.
Yogyakarta sebagai kota yang mempunyai ciri khas dan keunikan, secara khusus mempunyai struktur bermakna filosofis-simbolis, yaitu berdasarkan garis imajiner yang diyakini membentuk garis lurus. Pada perkembangan kota Yogyakarta pada saat ini, sumbu imajiner sudah banyak mengalami perkembangan namun masih tetap mempertahankan kelengkapan fisik, sarana, prasarana, estetik, etik, simbol, dan filosofis-religius eksistensinya yang mempunyai keterkaitan dengan berbagai rancangan sebagaimana fungsi dan maknanya.

Referensi :
etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66361/.../S2-2013-305594-chapter1.pdf
http://www.yogyalagi.com/2015/10/garis-lurus-merapi-keraton-dan-pantai-selatan-yogyakarta.html
Diberdayakan oleh Blogger.

Cari Blog Ini